Bung Tomo, Arek Suroboyo yang Heroik
Pertempuran 10 Nopember 1945
Insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Orange yang berlokasi di jalan Tunjungan Surabaya menyulut bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan para pejuang di Surabaya, yang memuncak dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada 30 Oktober 1945.

Insiden perobekan bendera Belanda oleh
arek-arek Suroboyo
(sumber:http://atmonadi.com/indonesia/2009/11/11/10-nopember-1945-battle-of-surabaya/)

Serangan arek-arek Suroboyo mengakibatkan
Brigjen Mallaby tewas di dalam mobil ini
(sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November)
Sekutu pun menepati ultimatumnya. Pada 10 November 1945 pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat, dengan mengerahkan sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, sejumlah tank dan kapal perang.

Tank-tank Sekutu siap menggempur Surabaya (sumber: http://www.fadlie.web.id/bangfad/peristiwa-10-november-1945.html)

Semangat arek-arek Suroboyo meski hanya bersenjatakan bambu runcing (sumber:http://dc432.4shared.com/doc/GxwcaVyK/preview.html)
Tentara Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.

Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya (sumber:http://www.jagatreview.com)
Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Pemandangan tanggal 30 November 1945, sepanjang mata memandang, bergelimpangan mayat terbujur kaku, hangus, serpihan daging dari 30.000 orang. Para pejuang rela berkorban nyawa berjibaku mempertahankan kehormatan tanah airnya, Surabaya. Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Bung Tomo yang Heroik

Bung Tomo yang Heroik (http://www.tribunnews.com/2010/11/10/pidato-bung-tomo-pada-peristiwa-10-november-1945)

Pidato Bung Tomo membakar semangat arek-arek
Suroboyo
(http://www.tribunnews.com/2010/11/10/pidato-bung-tomo-pada-peristiwa-10-november-1945)
“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga. Kita tunjukken bahwa kita ini benar-benar orang-orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap “Merdeka atau Mati”. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!! Merdeka!!”
Gelar Pahlawan yang Terlambat
Tidak seperti para pahlawan lain yang memperoleh gelar kepahlawanan sejak lama, baru empat tahun ini Bung Tomo mendapat gelar pahlawan. Hal ini disebabkan adanya gesekan antara Bung Tomo dengan pemerintah Orde Baru. Beliau pernah aktif dalam politik pada tahun 1950-an bahkan pernah menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/ Veteran sekaligus Menteri Sosial ad interim pada tahun 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Bung Tomo juga tercatat sebagai anggota DPR 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia. Namun pada awal tahun 1970-an, beliau berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru. Beliau berbicara keras terhadap program-program presiden Soeharto sehingga pada 11 April 1978 ditahan oleh pemerintah selama setahun karena kritik-kritiknya yang keras.
Atas desakan dari beberapa kalangan, akhirnya pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.
Padang Arafah menjadi saksi berpulangnya Bung Tomo pada tanggal 7 Oktober 1981, ketika sedang menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air. Jenazahnya tidak dimakamkan di sebuah Taman Makam Pahlawan layaknya seorang pahlawan nasional, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya. Sebuah ironi, mengingat TPU Ngagel tepat berhadapan dengan Taman Makam Pahlawan di seberang jalan. Ini menunjukkan betapa Bung Tomo adalah seorang pahlawan yang tidak gila hormat. Makam beliau membaur di tengah-tengah makam rakyatnya.

Makam Bung Tomo berada di tengah-tengah makam rakyat di TPU Ngagel (dok. pribadi)

Makam Bung Tomo di Tempat Pemakaman Umum Ngagel Surabaya (dok.pribadi)

Sebuah petikan pidato Bung Tomo yang diabadikan sebagai prasasti di depan makamnya (dok. pribadi)

Taman Makam Pahlawan Surabaya yang kurang lengkap (dok. pribadi)
Selamat jalan Bung Tomo.. Meski pemerintah sempat tak berniat untuk memberikan gelar pahlawan, namun semangat heroikmu akan terus berkobar dalam dada kami sejak dulu, sekarang, hingga nanti.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar