memberontak, kini mau menunggangi Komnas HAM
…pembantaian yang sadis telah dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang berideologi marxisme, di antaranya dalam Affair Madiun atau Peristiwa Madiun (Pemberontakan PKI di Madiun, 18 September 1948 pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin).Seorang wartawan asal Madiun menulis di Majalah Media Dakwah tentang hilangnya kemanusiaan berganti dengan kesadisan. Di antaranya ia mengemukakan adanya dokumentasi di kantor berita foto, Ipphos, tentang foto genangan darah ulama yang disembelihi PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam Affair Madiun atau Peristiwa Madiun 18 Sepetember 1948. Dia sebutkan, foto genangan darah ulama itu setebal bercenti-centi meter saking banyaknya ulama yang disembelihi PKI. Di Kampung Gorang Gareng Madiun saja, ungkap wartawan asal Madiun ini, ada seratusan lebih ulama beserta keluarganya yang dibantai PKI pimpinan Muso dan Amir Sjarifuddin. (Hartono Ahmad Jaiz, Di Bawah Bayang-bayang Soekarno Soeharto, Tragedi Politik Islam Indonesia dari Orde Lama hingga Orde Baru, Darul Falah, Jakarta, cetakan 2, 1420H, halaman 77).
Sadis dan brutalnya PKI dalam membunuhi
Ummat Islam sangat mencekam jiwa, namun kini mereka mau menunggangi
Komnas HAM untuk memutihkan kebengisan dan keasadisannya itu.
Kenapa PKI kini berani nglunjak?
Mungkin karena di antara tokoh yang
mengaku Islam ada yang mengobarkan simpati kepada mereka. Di antaranya
seperti ini: Akhir-akhir ini, kita dapati ada sejumlah orang yang gemar
menunjukkan keberpihakannya kepada atheisme. Salah satunya Ahmad Syafi’i Ma’arif (ASM). Pada harian Republika edisi 27 Mei 2008, dalam rubrik Resonansi, melalui tulisannya berjudul Kaum Ateis Pun Berhak Hidup di Muka Bumi, ASM menunjukkan pembelaannya kepada kaum atheis. Menurut ASM, kaum anti agama (atheis) itu bisa masuk surga juga karena amal saleh yang mereka perbuat.
Pernyataan itu, merupakan proses pemahaman ASM terhadap firman Allah
pada surat Yunus ayat 99; Al-Baqarah ayat 256 dan Al-Isra ayat 107.
Melalui ketiga ayat tadi, Allah memberikan hak kepada manusia berupa
kebebasan untuk beriman atau tidak beriman. Begitu pemahaman ASM. (lihat
artikel berjudul Lahn Qaul Ahmad Syafii Maarif , nahimunkar.com, June 5, 2008 10:06 pm).
… belum
tentu kaum atheis membutuhkan dukungan Ahmad Syafi’i Ma’arif. Bahkan
belum tentu kaum atheis merasa senang dikabarkan bisa masuk surga,
karena mereka memang tidak mempercayai keberadaan surga. Yang juga
mengherankan, mengapa kok Republika yang katanya koran Islam
mau-maunya memuat tulisan seperti itu? Jangan-jangan jajaran redaksi dan
pemiliknya sudah condong kepada atheisme bin komunisme juga.
Ada kemiripan
pesan antara pendapat Ahmad Syafi’i Ma’arif dengan Goenawan Mohamad
dalam membela kalangan atheis ini. Ma’arif seolah-olah berpesan, karena
beragama atau tidak merupakan hak yang diberikan oleh Allah, maka
pilihan menjadi atheis pun tidak ada sanksi apa-apa dari-Nya, bahkan
tetap bisa masuk surga-Nya karena telah melakukan amal saleh. Sedangkan
GM seolah-olah sedang berpesan, daripada beragama tetapi tidak mampu
menciptakan kedamaian, mending atheis sekalian.
Bila dikaitkan dengan pernyataan
Nurcholish Madjid, ‘Dalam komunismelah seseorang menjadi atheis
sempurna’, maka boleh jadi, Ma’arif dan Goenawan sedang menjajakan
komunisme yang lebih rendah tingkatannya, yaitu atheisme. Kalau atheisme
sudah mendapat posisi terhormat di kalangan bangsa Indonesia, kelak
akan mudah membawa bangsa Indonesiamenuju tingkat yang lebih sempurna
yaitu komunisme.
Dari kenyataan-kenyataan itu, siapa
bilang ideology komunisme telah mati? Kenyataannya, ideology komunisme
masih hidup di Paramadina, di UIN, di IAIN, di AKKBB, di Tempo Grup, di
Utan Kayu (kini punya gedung Salihara di Pejaten Pasar Minggu Jakarta
Selatan), di Republika, di Kompas dan masih banyak tempat lain, termasuk
di berbagai parpol.
Selanjutnya, inilah berita tentang PKI
mau menunggangi Komnas HAM, dan di bagian bawah ada artikel berkaitan
dengan PKI, Syafi’i Maarif dan lainnya, yang insya Allah bermanfaat.
***
PKI Ingin Tunggangi Komnas HAM Putihkan Sejarah?
foto miniatur museum TNI menggambarkan pembantaian oleh PKI terhadap umat Islam di Madiun 1948Saharuddin Daming, salah satu anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) menyampaikan kritik kerasnya terhadap pemaparan Tim Adhoc Komnas HAM tentang Hasil Laporan Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Dalam Peristiwa 1965. Dimana disini kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI) dianggap menjadi korban pelanggaran HAM oleh aparatur negara.“Saya sangat prihatin dan menyesalkan prakarsa dan niat baik Tim untuk mengungkap sejarah hitam yang melingkupi peristiwa pelanggaran HAM berat tahun 1965, namun upaya tersebut saya nilai tidak adil, tidak proporsional, dan sangat linier,” jelasnya kepada hidayatullah.compada hari Selasa, (10/07/2012)Menurut Daming, mengapa hanya PKI yang merasa jadi korban pelanggaran HAM bukankah PKI juga melakukan penculikan, pembunuhan dan penyiksaan para Jenderal, Pembantaian Umat Islam di Madiun dan pelecehan agama dengan pembakaran-pembakaran Al-Qur’an. Bukan hanya itu saja, PKI bahkan berusaha melakukan makar terhadap Negara dengan ingin merubah konstitusi Negara berdasarkan komunisme.“Hal ini berpotensi menimbulkan persangkaan negatif dari publik yang menilai Komnas HAM hanya melindungi korban pelanggaran HAM berat dari kalangan PKI dan simpatisannya saja,” jelas laki-laki kelahiran Pare-pare Sulawesi selatan 42 tahun yang lalu ini.Senada dengan Daming, Drs Arukat Djaswadi Ketua Front Anti Komunis Indonesia menjelaskan seharusnya yang menjadi tersangka itu justru PKI, karena pelaku pelanggaran HAM berat itu awalnya dari sikap makar PKI, sedangkan rakyat dan bangsa hanya melakukan pembelaan diri.“Di antara kejahatan PKI yang pernah dilakukannya yaitu pada tahun 1948 melakukan pembunuhan massal dan kudeta, perampasan harta benda dan pemerkosaan yang di lakukan di berbagai tempat yang memang itu di lakukan atas intruksi, intimidasi dan penculikan terhadap Tokoh kyai yang dianggap menghalangi kepentingannya, sampai pada tahun 1965 dan itu terus di lakukannya sebagai perlawanan, seperti kejadian di banyuwangi, di madiun, dan pembunuhan para jendral,” jelas Arukat menguatkan Daming.Arukat juga mengutip dasar-dasar hukum historis. Bahwa antek-antek PKI di Indonesia masih terus mencoba memutihkan sejarah berdarah dari kelakuan masa lalu mereka dengan lobi konstitusional dan menjadikan Komnas Ham sebagai kuda tunggang untuk mencapai kepentingan politiknya.Menurut Arukat memasuki reformasi upaya menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia, telah dilakukan melalui jalur politik yakni usaha mencabut Tap MPRS no XXV/MPRS/1966, dalam sidang umum MPR tahun 2003, melalui jalur hukum, gugatan class action PKI melalui pengadilan negeri Jakarta Pusat pada Agustus tahun 2005, jalur non yudicial dengan disahkannya UU KKR no 27 tahun 2004, sebagai pintu masuk PKI untuk dapat eksis, jalur pendidikan kurikulum sejarah berbasis kompetensi tidak lagi mencantumkan pemberontakan PKI tahun 1948 & 1965. Dari berbagai upaya tersebut tidak ada yang behasil, kecuali pasal 60 huruf g UU Pemilu tahun 2003.“Langkah pemutihan sejarah hitam PKI ini adalah sebuah kebohongan intelektual,” jelas penulis buku “Kaum Merah Menjarah” ini.*Rep: Thufail Al-GhifariRed: Cholis AkbarKamis, 12 Juli 2012 /Hidayatullah.com—
***
Membenci Islam, Menjajakan Sekulerisme
Bermuara Komunisme dan Atheisme
Pada salah satu tulisannya, mendiang Nurcholish
Madjid pernah menyatakan: “Komunisme adalah bentuk lain dan lebih
tinggi dari sekularisme. Sebab, komunisme adalah sekularisme yang paling
murni dan konsekwen. Dalam komunismelah seseorang menjadi atheis
sempurna“
Pernyataan itu dikutip oleh Abdul Hadi W.M. melalui tulisannya berjudul Islam, Marxisme dan Persoalan Sosialisme di Indonesia yang dipublikaskan di situs Bayt al-Hikmah Institute, bisa juga ditemukan di http://ahmadsamantho.wordpress.com/2008/01/28/islam-marxisme-dan-persoalan/.
Bila komunisme adalah bentuk lain dan lebih tinggi dari sekularisme, maka
logikanya, sekularisme adalah bentuk lain dan lebih rendah dari
komunisme, yang belum murni dan belum konsekwen sebagaimana komunisme.
Kalau begitu adanya, tentu dari benak kita timbul pertanyaan, Mengapa
mendiang Nurcholish Madjid dan sekutunya begitu getol menjajakan
sekularisme?”
Mungkin mendiang Nurcholish Madjid tahu
–karena ia juga mengaku-aku ikut menumpas PKI (Partai
Komunis Indonesia)– bahwa bila komunisme itu dijajakan apa adanya, pasti
kalah, karena akan langsung dilibas oleh kekuatan Islam. Oleh karena
itu, boleh jadi mendiang Nurcholish Madjid
sedang bereksperimen dengan menjajakan komunisme namun melalui
tingkatan yang lebih rendah, yaitu sekularisme. Bila sekularisme ini
berhasil diserap, lama-kelamaan akan sampai ke puncaknya yaitu
komunisme, dan komunisme merupakan puncak kesempurnaan atheisme. Padahal, atheisme bertentangan dengan Pancasila dan agama-agama yang diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia.
Hanya Allah yang Maha Mengetahui, hanya
Allah yang Lebih Mengetahui apa-apa yang tersimpan di balik hati
seseorang, termasuk di balik hati Nurcholish Madjid (dan sekutunya) yang
begitu getol menjajakan sekularisme. Bahkan kini komoditas ideologis
itu berkembang menjadisepilis (sekularisme, pluralisme agama, dan liberalisme).
Yang
jelas, sebelum ajal menjemput (29 Agustus 2005), Nurcholish Madjid pada
tahun 2004 pernah diganti hatinya di negeri tirai bambu (China), dari
donor orang China. Dan di China, mayoritas penduduknya berpaham komunis
tulen. Di tahun 1980-an, Bambang Irawan Hafiluddin dan Hasyim Rifa’i
yang telah bertobat dan keluar dari kubangan kesesatan Islam Jama’ah
(LDII), pernah berkunjung ke rumah Nurcholish Madjid di Tanah Kusir,
Jakarta Selatan. Kepada Nurcholish Madjid mereka bertanya, ‘Negara mana
di dunia ini yang pantas untuk ditiru sebagai teladan?_ Bambang dan
Rifa’i spontan terkaget-kaget, karena ternyata jawaban Nurcholish Madjid
adalah Negara China alias Tiongkok. Alasannya, karena di sana tidak ada perzinaan, pencurian dan sebagainya.
Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa tahu? Yang pasti, mendiang Nurcholish Madjid adalah pendiri Yayasan Wakaf Paramadina di Jakarta.
Salah satu personil yang menjadi aktivis Paramadina adalah Saidiman,
ketua Forum Muda Paramadina. Pada tanggal 1 Juni 2008 lalu, Saidiman
yang juga aktivis komunitas utan kayu ini, menjadi koordinator
lapangan aksi AKKBB mendukung Ahmadiyah.
Dengan tameng merayakan Hari Lahir Pancasila dan Mendukung Minoritas Ahmadiyah,
AKKBB bin CIA ini melakukan unjuk massa dan orasi di Bundaran Hotel
Indonesia (HI) Jakarta. Sebenarnya, tujuan mereka adalah untuk
mengalihkan perhatian atau meng-counter aksi massayang menolak
kenaikan harga BBM. Amerika memang berkepentingan agar harga BBM di
Indonesia setara dengan harga BBM di luar negeri pada umumnya. Mungkin
dimaksudkan agar rakyat kecil yag berprofesi sebagai sopir angkot mati
kelaparan karena berhenti beroperasi akibat harga bensin yang melambung.
Menurut protap (prosedur tetap),
seharusnya massa AKKBB bin CIA ini menempuh rute yang telah disepakati
(antara AKKB dengan kepolisian), yaitu Gambir-Air Mancur
Indosat-Bundaran HI, untuk kemudian berorasi di Bundaran HI. Rute ini
melewati jalan Medan Merdeka Selatan melintas di depan Kedubes Amerika.
Melintasi Kedubes AS bukan tanpa tujuan, tetapi memang begitulah aturan
bakunya, untuk menunjukkan kepada majikannya bahwa mereka sudah
menjalankan perintah sesuai pesanan. Sebagai ‘nomor bukti’ kira-kira
begitulah.
Namun, pentolan AKKBB yang berkedok
humanis ini ternyata serigala berbulu ayam. Begitu melihat
ada massa Laskar Islam, watak aslinya keluar, naluri menghabisi
musuh-musuhnya pun bangkit. Massa AKKBB bin CIA yang seharusnya menempuh
rute yang telah disepakati, justru masuk ke kawasan Monas. Padahal, di
Monas sudah disepakati menjadi tempat massa PDI-P dan massa Laskar Islam
berkumpul untuk melakukan orasi dengan tema TOLAK KENAIKAN HARGA BBM.
Perubahan
rute yang dilakukan AKKBB ternyata tidak dipedulikan pada persidangan
Habib Rizieq dan Munarman, sehingga mereka berdua divonis 18 bulan.
Seharusnya perubahan rute yang memicu terjadinya bentrokan, dijadikan
novum penting yang dapat melemahkan tuduhan JPU (Jaksa Penuntut Umum)
terhadap Habib Rizieq dan Munarman.
Karena
akibat adanya perubahan rute itulah, terjadi bentrokan
antara massa AKKBB dengan Laskar Islam, yang mengakibatkan Guntur Romli
dan Saidiman bonyok. Massa AKKBB bin CIA jelas kalah.
Karena, massa Laskar Islam (yang di dalamnya terdapat unsur laskar FPI),
lebih solid dibanding dengan massa AKKBB bin CIA, yang
merupakan massa cair dan spontan karena dibayar sekian puluh ribu rupiah
per orang.
Ketika
massanya dipentungi dan dipukuli, Saidiman sang Korlap (koordinator
lapangan) yang juga aktivis Paramadina ini spontan mengeluarkan umpatan
dan sumpah serapahnya, ‘dasar binatang-binatang. Islam anjing, orang Islam anjing.’
Demikian menurut laporan satu situs yang berpusat di Surabaya di bawah lembaga yang memiliki cabang di berbagai wilayah.
Sejelek-jeleknya orang Islam, yang di
dalam hatinya ada iman, ada keberpihakan kepada Islam, pasti tidak akan
keluar kata-kata umpatan seperti itu. Kalau kita tuangkan isi teko, bila
teko itu berisi air teh, maka yang keluar dan ditampung di dalam
cangkir adalah air teh juga. Begitu juga dengan Saidiman, bila yang
keluar dari mulutnya adalah anjing, maka hatinya dipenuhi dengan anjing.
Makian seperti dicetuskan mulut Saidiman
itu jelas menunjukkan bahwa ia sesungguhnya membenci Islam. Kebencian
Saidiman kepada Islam sudah menjadi pengetahuan umum. Karena, kebencian
itu sering diungkapkannya di sebuah milis. Saidiman
kerap menuturkan keburukan Islam dan Rasul-Nya, meski ia secara formal
mengaku masih Islam. Padahal, yang membenci Islam, di Indonesia ini,
bahkan membunuhi Ummat Islam adalah orang-orang komunis dan atheis.
Contoh nyata adalah peristiwa Madiun 1948, yaitu dibantainya para Ulama
dan Ummat Islam oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Saidiman ibarat
murid yang sedang menunjukkan kepada kita, hasil belajar dan
interaksinya selama ini dengan sang guru di tempatnya menggali ilmu.
Menunjukkan simpati pada Atheis
Akhir-akhir ini, kita dapati ada sejumlah orang yang gemar menunjukkan keberpihakannya kepada atheisme. Salah satunya Ahmad Syafi’i Ma’arif (ASM). Pada harian Republika edisi 27 Mei 2008, dalam rubrik Resonansi, melalui tulisannya berjudul Kaum Ateis Pun Berhak Hidup di Muka Bumi, ASM menunjukkan pembelaannya kepada kaum atheis. Menurut ASM, kaum anti agama (atheis) itu bisa masuk surga juga karena amal saleh yang mereka perbuat.
Pernyataan itu, merupakan proses pemahaman ASM terhadap firman Allah
pada surat Yunus ayat 99; Al-Baqarah ayat 256 dan Al-Isra ayat 107.
Melalui ketiga ayat tadi, Allah memberikan hak kepada manusia berupa
kebebasan untuk beriman atau tidak beriman. Begitu pemahaman ASM. (lihat
artikel berjudul Lahn Qaul Ahmad Syafii Maarif June 5, 2008 10:06 pm).
Dalamnya lautan bisa diselami, tetapi
dalamnya hati Ahmad Syafi’i Ma’arif siapa yang bisa selami? Untuk apa ia
repot-repot membela kaum atheis dengan menyodorkan pemahaman bahwa kaum
anti agama itu bisa masuk surga juga karena amal salehnya? Apalagi, belum
tentu kaum atheis membutuhkan dukungan Ahmad Syafi’i Ma’arif. Bahkan
belum tentu kaum atheis merasa senang dikabarkan bisa masuk surga,
karena mereka memang tidak mempercayai keberadaan surga. Yang juga
mengherankan, mengapa kok Republika yang katanya koran Islam
mau-maunya memuat tulisan seperti itu? Jangan-jangan jajaran redaksi dan
pemiliknya sudah condong kepada atheisme bin komunisme juga.
Kalau yang agak condong membela atheisme
bin komunisme itu media cetak seperti TEMPO, barangkali masih bisa
dimengerti. Karena, sejak lahir media cetak itu memang tidak punya
komitmen apa-apa terhadap Islam dan umat Islam. Apalagi, Goenawan Mohamad (GM) akhir-akhir ini, terkesan cenderung memberikan posisi terhormat untuk kalangan atheis.
Sebagaimana tercermin melalui salah satu catatan pinggirnya berjudul Atheis, yang
pernah dipublikasikan Majalah Tempo Edisi 23/30 Juli – 05 Agustus 2007.
Bagi Goenawan Mohamad, di zaman ini iman (atau agama) dikibarkan dengan
rasa ketakutan, dan rasa ketakutan dengan segera diubah jadi kebencian.
Akibatnya, dunia tidak bertambah damai. Nah, karena agama atau iman
kepada ajaran agama –yang dikibarkan dengan rasa ketakutan– maka
kedatangan para atheis dengan pisau argumennya yang tajam, adalah
sesuatu yang dinantikan. Siapa tahu para atheis inilah yang akan membuat
kalangan agama mengalihkan fokus mereka dan kemudian berhenti
bermusuhan.”
Demikian
tulisan Goenawan Mohammad yang biasa disebut caping (catatan pinggir)
yang ia mengaku di suatu wawancara, setiap kali menulis caping itu, ia
memakan waktu lima jam, non stop, kadang jam tiga pagi sampai jam 08.
bahkan sering diulang-ulang, hingga kadang redaksinya bingung, mana yang
dipakai.
Meskipun
sudah memakan waktu lima jam dan diulang-ulang, namun sangat ketahuan
belangnya. Dalam hal atheis dan agama, Goenawan tampak merem, tidak
melek. Padahal di hadapannya telah terpampang sejarah hitam PKI Madiun
dan sebagainya. Di antaranya, sejarah ini perlu dia baca kembali:
…pembantaian yang sadis telah dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang berideologi marxisme, di antaranya dalam Affair Madiun atau Peristiwa Madiun (Pemberontakan PKI di Madiun, 18 September 1948 pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin).Seorang wartawan asal Madiun menulis di Majalah Media Dakwah tentang hilangnya kemanusiaan berganti dengan kesadisan. Di antaranya ia mengemukakan adanya dokumentasi di kantor berita foto, Ipphos, tentang foto genangan darah ulama yang disembelihi PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam Affair Madiun atau Peristiwa Madiun 18 Sepetember 1948. Dia sebutkan, foto genangan darah ulama itu setebal bercenti-centi meter saking banyaknya ulama yang disembelihi PKI. Di Kampung Gorang Gareng Madiun saja, ungkap wartawan asal Madiun ini, ada seratusan lebih ulama beserta keluarganya yang dibantai PKI pimpinan Muso dan Amir Sjarifuddin.[1]
Sederhananya, dengan merem dan tidak
melek terhadap kenyataan sejarah, GM sedang menjajakan atheisme, karena
atheisme itu lebih baik daripada beriman (beragama) tapi tidak bisa
menciptakan kedamaian, justru memproduksi permusuhan dan pertikaian.
Membaca pernyataan di atas, GM dan para
pendukungnya sudah bisa diduga akan berkilah, ‘Anda salah memahami
maksud yang terkandung dari dalam tulisan GM.”
Oh, ya? Masalahnya, selama ini GM lebih
sering memposisikan diri –melalui tulisannya di catatan pinggir– tidak
tegas, tidak jantan, alias banci. GM bagai bencong yang menjajakan diri
di perempatan jalan yang sunyi dan gelap: di kejar dari kiri, dia belok
ke kanan; di kejar dari kanan, dia belok ke kiri. Seharusnya digrebek
dari segala penjuru, supaya tidak bisa lari kemana-mana.
Apalagi, di Indonesia, sosok yang
kebanci-bancian memang laku keras. Jadi pelawak atau komedian bergaya
banci, laku keras. Jadi presenter (host) bergaya banci, juga laku keras.
Maka siapa saja yang mau terkenal dan berharta, jadilah banci. (Maaf,
ini bukan suruhan! Tetapi sebaliknya, suatu pengambulan (nglulu, Jawa)!)
Tapi khan dulu GM merupakan salah satu
budayawan Indonesia yang dimusuhi dan diobok-obok PKI. Begitu mungkin
alasan yang disodorkan GM dan pengikutnya. Betul, tapi manusia bisa
berubah. Faktanya, ada sosok yang semula laki-laki, kini berhasil
menjadi perempuan. Kalau jenis kelamin saja bisa berubah (seketika),
apalagi hanya keberpihakan kepada sebuah paham?
Ada kemiripan
pesan antara pendapat Ahmad Syafi’i Ma’arif dengan Goenawan Mohamad
dalam membela kalangan atheis ini. Ma’arif seolah-olah berpesan, karena
beragama atau tidak merupakan hak yang diberikan oleh Allah, maka
pilihan menjadi atheis pun tidak ada sanksi apa-apa dari-Nya, bahkan
tetap bisa masuk surga-Nya karena telah melakukan amal saleh. Sedangkan
GM seolah-olah sedang berpesan, daripada beragama tetapi tidak mampu
menciptakan kedamaian, mending atheis sekalian.
Bila dikaitkan dengan pernyataan
Nurcholish Madjid di atas, ‘Dalam komunismelah seseorang menjadi atheis
sempurna’, maka boleh jadi, Ma’arif dan Goenawan sedang menjajakan
komunisme yang lebih rendah tingkatannya, yaitu atheisme. Kalau atheisme
sudah mendapat posisi terhormat di kalangan bangsa Indonesia, kelak
akan mudah membawa bangsa Indonesiamenuju tingkat yang lebih sempurna
yaitu komunisme.
Perlu pula kita tengok di kampus
perguruan tinggi Islam (IAIN, UIN, STAIN, STAIS dan sebagainya). Kasus
di Bandung, ajakan dzikir dengan ucapan Anjing hu Akabar diteriakkan
oleh seorang mahasiswa senior untuk ditirukan oleh mahasiswa baru
UIN bandung). Di suatu media dikemukakan: Acara taaruf di UIN
(Universitas Islam Negeri) Bandung Jumat, 27 September 2004 pun segera
berbuah kecaman. Ulama Bandung, Athian Ali M Dai, menyatakan benih-benih
materialis, atheis, dan komunis ternyata telah tumbuh liar dan
mencemarkan integritas dan citra UIN SGD Bandung. Ditambahkannya,
benarkah hanya IAIN saja yang mengalami nasib seperti ini? Karena yang
sangat faktual kader-kader anti Islam dan anti tuhan mulai menampakkan
diri secara jalang.
Dari kenyataan-kenyataan itu, siapa
bilang ideology komunisme telah mati? Kenyataannya, ideology komunisme
masih hidup di Paramadina, di UIN, di IAIN, di AKKBB, di Tempo Grup, di
Utan Kayu, di Republika, di Kompas dan masih banyak tempat lain,
termasuk di berbagai parpol.
Peringatan Allah dan Rasul-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا بَعْضُهُمْ أَوْلِياَءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فيِ اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ
73. Adapun orang-orang yang kafir,
sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu
(hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan
Allah itu[625], niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar. (QS Al-Anfal: 73)
[625] yang dimaksud dengan apa yang
telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh
antara kaum muslimin.
اْلمُناَفِقُوْنَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُوْنَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ اْلمَعْرُوْفِ وَيَقْبِضُوْنَ أيَدْيِهْمِ ْنَسُوْا اللهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ هُمُ اْلفَاسِقُوْنَ
67. Orang-orang munafik laki-laki
dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka
menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka
menggenggamkan tangannya[648]. Mereka telah lupa kepada Allah, maka
Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah
orang-orang yang fasik. (QS At-Taubah: 67).
[648] Maksudnya: berlaku kikir
إِنَّ اْلمُناَفِقِيْنَ فيِ الدَّرْكِ اْلأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْراً -145- إِلاَّ الَّذِيْنَ تاَبُوْا وَأَصْلَحُوْا وَاعْتَصَمُوْا بِاللهِ وَأَخْلَصُوْا دِيْنَهُمْ للهِ فأولئك مع المؤمنين وسوف يؤت الله المؤمنين أجرا عظيما
145. Sesungguhnya orang-orang
munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.
dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka.
146. Kecuali orang-orang yang
Taubat dan mengadakan perbaikan[369] dan berpegang teguh pada (agama)
Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka Karena Allah. Maka
mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan
memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (QS An-Nisaa’: 145, 146)
[369] mengadakan perbaikan berarti
berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat
yang jelek dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ (أحمد ، وابن أبى الدنيا فى ذم الغيبة ، وابن عدى ، ونصر فى الحجة ، والبيهقى فى شعب الإيمان ، والضياء عن عمر. قال الألباني في ” السلسلة الصحيحة ” 3 / 11 : إسناده صحيح )
Dari Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: Sesungguhnya
yang paling saya takuti dari apa yang aku takuti atas ummatku adalah
setiap orang munafik yang sangat pandai bicara. (HR
Ahmad, Ibnu Abid Dun-ya, Ibnu ‘ِِِAdi, Nashr, Al-Baihaqi dalam Syu’abul
Iman, dan Ad-Dhiyaa’; dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah
As-Shahihah juz 3/ 11).